@misc{PolicyBrief11PengaruhTingginyaKenaikanHargaRokokterhadapKebiasaanMerokokdiIndonesiaApaKataParaPerokok, author = {Widya Kartika and Rahmanda M. Thaariq and Dwi Rahayu Ningrum and Herni Ramdlaningrum}, title = {Policy Brief 11 - Pengaruh Tingginya Kenaikan Harga Rokok terhadap Kebiasaan Merokok di Indonesia: Apa Kata Para Perokok}, publisher = {Perkumpulan PRAKARSA}, month = {3}, year = {2019}, abstract = {Latar Belakang • Di Indonesia, Undang-undang No. 39 Tahun 2007 (Amandemen Undang-undang No. 11 Tahun 1995) menetapkan tarif cukai hingga 57 persen dari harga jual rokok. Namun, situasi saat ini menunjukkan tarif cukai rokok yang secara signifikan lebih rendah (sekitar 40 persen). Hal ini menjadikan Indonesia salah satu dari beberapa negara dengan harga rokok terendah di kawasan Asia Tenggara. • Sepanjang dekade terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan kenaikan harga rokok eceran. Hal ini membuat harga rokok secara signifikan lebih terjangkau daripada satu dekade yang lalu. • Sejumlah bukti di level global menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok mengakibatkan kenaikan harga sehingga mengurangi konsumsi tembakau (The Economics of Tobacco and Tobacco Control, 2018). • Prevalensi perokok di Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara-negara lain di regional Asia. Data dari World Health Organization (2016) menunjukkan bahwa selama periode 2000-2015 prevalensi merokok di sejumlah negara seperti China dan India terus menurun, namun di Indonesia cenderung meningkat. • Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan cukai rokok dan menyederhanakan struktur tarif cukai selama beberapa tahun terakhir, namun upaya tersebut terganjal oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 156 Tahun 2018 yang tidak menetapkan kenaikan cukai rokok pada tahun 2019. Peraturan ini menghambat upaya menyederhanakan struktur tarif cukai lantaran menggantikan PMK No. 146 Tahun 2017.}, }